KSB Tertinggi, Kota Bima Terendah
MATARAM-Pertumbuhan investasi antar daerah di NTB masih jomplang. Bahkan terjadi kesenja ngan yang cukup tinggi antara kabupaten satu de ngan yang lain. Hal itu terlihat dari data Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Provinsi NTB. Kabu paten Sumbawa Barat (KSB) menjadi daerah tertinggi investasinya dengan nilai Rp 3,4 triliun. Sementara daerah teren dah Kota Bima dengan investasi hanya Rp 399 ju ta. Besarnya potensi yang dimiliki daerab juga tidak sejalan dengan laju pertumbuhan investasinya. Lombok Timur misalnya dengan segala pote nsi pertanian, perikanan, dan pariwisata yang sangat kaya hanya mampu mendatang kan investasi sebesar Rp 66 miliar, dari Januari-Juni2017. Lombok Timur berada di urutan keenam; kalah dari Lombok Barat dengan investasi Rp 820 miliar. Kemudian Lombok Utara Rp 211 miliar, Kota Mataram Rp 123miliar, dan Lombok Tengah Rp 117 miliar. Lombok Timur hanya mampu mengungguli daerah di Pulau Suinbawa seperti Kabupaten Sumbawa dengan investasi Rp 44 miliar, Kabupaten Bima Rp 5,6 miliar, Dompu Rp 1,4 miliar dan Kota Bima diurutan palingbuncit dengan investasi sebesar Rp 399 juta.
Fakta tersebut menjadi ironi, sebab Lombok Timur dan KabupatenBima adalah dua daerah dengan potensi pertanian yangsangat men janjikan. Khususnya Lombok Timur dengan wisata bahari dengan Pantai Pink. Seharusnya bisa menjadi daya tarik untuk mengga:et investasi. Itu belum termasuk potensi kawasan Sem balun dan Geopark Gunung Rinjani yangmenjadi tujuan utama wisatawan. Tapi dari sisi jurnlah hotel, Lombok Timur kalah telak dari Lombok Barat dan KotaMatararn yang memanfaatkan pasar wisatawan dengan menyediakan fasilitas hotel.
Sektor pertanian pun Lombok Tim ur sangat menjanjikan dengan tanaman hortikultura di Sembalun. Tanaman kentang, stroberi, bawang dan sebagaihya . Tapi kekayaan itu belum mampu menggaet investor untuk serius menanamkan investasinya.”lbarat punya anak gadis yang cantik, tapi kalau tidak berpendidikan, idak dirawat dengan baik, tidak akan dilirik. Tidak cukup faktor menarik saja,” kata Kepala DPM-PTSP NTB H
Lalu Gita Aryadi usai rapat koordinasi penanaman modal dengan pemda kabupaten / kota seNTB di Mataram, kemarin (3/10).
Tinggi tidaknya nilai investasi di daerah sangat ditentukan bagaimana sikap pemerintah daerah. Apakah kebijakan mereka’ pro dengan investasi atau tidak. Sebab investor juga baru bisa berinvestasi ka lau mereka mendapatkan kepastian ltsaha, rasa aman dan tidak dipersulit untuk perizinannya. Jika investasi hari ini lebih besar Lom bok Barat dibandingkan Lombok Timur, itu karena hotel-hotel sudah banyak. Para investor mau menanamkan modalnya karena merasa Senggigi dan sekitarnya sudah mendunia. Kemudian tidakada gang guan keamanan sehingga mereka memilih wilayah Lombok Barat.
Selain itu, kualitas investasi yang masuk juga harus ditingkatkan. Artinya, penanaman modal yang masuk ke NTB harus lebih banyak memberikan manfaat untuk kesejahteraan masyarakat NTB. Indikatornya adalah kemiskinan menurun, la pangan pekerjaan lebih banyak sehingga menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Darisisikuantitatif NTB sudah cukupbagus, jumlah in vestor terus bertambah. Tapi masalahnya dari sisikualitas yang harus ditingkatkan . Salahsatupilihannya adalah dengan menarik investor di bidangpertanian, perikanan dankelautan. Sektoritudibi dikkarenakantong- kantong kemiskinan ada di daerah pertanian dan pesisir. Tapi faktanya selama ini hanya sektor pertambangan dan pariwisata yang banyak di lirik pemilik modal. “Kita ingin agar investasi di sektor pertanian bisa ditingkat kan,” harap mantan Asisten II Bidang Perekonomian Setda NTB itu.
Sektor pertanian di NTB cukup menjanjikan . Dari sisi produksi hampir tidak ada masalah, baik beras, jagung, tebu dan sebagainya sudah melimpah. Sayang nya, potensi pertanian itu tidaksejalah dengan realisasi investasi disektorprtanian. Data DPM-PTSP menuh jukkan, investasi bidang pertanian masih nol alias belum ada investor yangmenanarnkan modalnya di sektor pertanian. Realisasi investasi per sektor paling tinggi masih bidang per tambangan dengan nilai Rp 4,1 triliun, pariwisata Rp 494 miliar, perdagangan Rp 121 miliar, jasa lain Rp 52 miliar, industri Rp 3,8 miliar, dan sektorparikanan Rp 840juta. Sementara sektor per hubu ngan, perkebunan, pertanian, dan peternakan masih kosong. Padahal sek tor tersebut paling banyak menyerap tenaga kerja. Pertanian misalnya ham pir 40 persen tenaga kerja terserap di sana. (ili/r7)