Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung Melalui Optimalisasi penangkapan Cahaya Matahari oleh Kanopi Tanaman
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa produktivitas tanaman jagung di NTB pada Tahun 2013 sebesar 5,7 ton/ha, lebih rendah dari produktivitas jagung di Jawa Barat sebesar 7,2 ton/ha. Rendahnya produktivitas tanaman jagung di NTB diduga karena sebagian besar tanaman jagung di Propinsi ini ditanam di lahan kering.
Seperti diketahui, petani di lahan kering di NTB belum memiliki teknologi budidaya dan modal yang memadai untuk mengatasi variabilitas iklim yang terjadi akhir-akhir ini sehingga produktivitas tanamannya relatif rendah.
Hasil studi terdahulu yang pernah dilakukan di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur (sebagian besar tanaman ditanam di tanah berstruktur geluh) menunjukkan rata-rata produktivitas tanaman jagung pada tahun 2012 adalah 2,8 ton/ha. Populasi tanaman yang umum digunakan oleh petani di Jerowaru adalah 70.000 sampai dengan 72.000 tanaman/ha.
Hasil yang sudah rendah ini seringkali diperparah oleh adanya dampak dari perubahan iklim, seperti curah hujan yang terlalu banyak atau hujan yang menghilang pada musimnya (dry spell). Penelitian di lahan kering pasiran di Kabupaten Lombok Utara dengan menggunakan populasi tanam 71.428 tanaman/ha menghasilkan hasil biji jagung seberat 3,8 ton/ha.
Namun jika populasi tanaman ditingkatkan sampai mencapai 108.000 tanaman per hektar, hasil yang diperoleh di Tanah Pasiran Kabupaten Lombok Utara mencapai 11 ton/ha. Demikian juga di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, dengan peningkatan populasi tanaman mencapai 98.000 tanaman per hektar dan dengan pemupukan dan cara pemupukan yang memadai, hasil yang diperoleh mencapai 7,0 ton/ha dan bahkan lebih.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa meningkatkan populasi tanaman jagung dari 70.000-an tanaman menjadi 100.000-an tanaman per ha dapat meningkatkan hasil tanaman jagung sampai melebihi 40 persen. Peningkatan hasil yang diperoleh jauh melampaui tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah populasi tanaman.
Kebanyak petani masih mengacu pada populasi tanaman optimum untuk tanaman jagung varietas tradisional bersari bebas untuk menanam jagung varietas hibrida modern. Sementara itu, varietas jagung hibrida modern yang saat ini ada di pasaran (seperti produksi PT. BISI International Tbk., Syngenta ataupun Pioneer Hi-Bred International Inc.) sudah dibuat untuk dapat beradaptasi pada populasi tinggi karena sudut daunnya yang kecil.
Dengan populasi yang tinggi dan sudut daun yang kecil ini memungkinkan tanaman jagung hibrida untuk dapat memaksimalkan intersepsi cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Intersepsi cahaya yang maksimal, khususnya pada fase pengisian tongkol, dapat meningkatkan hasil tanaman jagung. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknologi budidaya tanaman jagung yang berdaya hasil tinggi di lahan kering sehingga pendapatan petani menjadi meningkat dan mereka akan menjadi lebih tahan (resilient) dalam menghadapi dampak dari perubahan iklim.
Pada saat tanaman jagung mengakhiri fase vegetatif, yang dicirikan dengan keluarnya bunga jantan, sampai pada fase pengisian tongkol, kanopi tanaman jagung harus mampu menangkap cahaya matahari sebesar 95 persen. Kalau kemampuan tanaman jagung menangkap cahaya matahari pada fase dimaksud masih kurang dari 95 persen maka populasi tanaman masih harus ditingkatkan.
Salah satu cara untuk meningkatkan populasi tanaman adalah dengan menanam jagung dengan pola jajar legowo. Jarak tanam yang sudah dicoba adalah 35 x 20 cm di dalam legowo and 70 cm antar legowo dengan satu biji per lubang tanam. Pola penanaman seperti ini sudah terbukti dapat meningkatkan hasil tanaman jagung di lahan kering dan juga dapat meningkatkan indeks pertanaman.