ITDC Tempuh Jalur Hukum
Selesaikan Sisa Lahan KEK Mandalika MATARAM-Negosiasi pembebasan lahan mentok. PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) akan tempuh jalur hukunn. Langkah itu merupakan solusi terakhir ketika tidak tercapai kesepakatan warga dengan ITDC “kalau sudah tidak ada kata kompromi berarti kita serahkan ke ranah hukum,” kata Komisaris PT ITDC yang juga Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelavanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) NTB H Lalu Gita Ariadi, kemarin (30/7). Meski menempuh jalur hukum, namun pembangunan tetap dilanjutkan. Baik hotel-hotel maupun sirkuit MotoGP Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tånah Bagi Pemerintah untuk Kepentingan Umum. Proses pembangunan tidak bisa dibiarkan menggantung. Demi kepentingan yang lebih besar, pembangunan tidak boleh diganggu. Pemerintah harus memastikan lahan klir. Investor menerima bersih, mereka tidak boleh terganggu dengan masalah itu. Soal lahan menjadi urusan pemerintah.
Menurut Gita proses negosiasi sudah cukup panjang. Karena tidak ada jalan keluar, maka pemerintah akan menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2012. Sehingga ada Solusi untuk ke buntuan itu. “Kita serahkan ke proses hukum, ” ujarnya. Setelah diserahkan ke ramah hukum, PT ITDC clan Pemprov NTB akan mengikutinya. Apapun keputusan hukum pasti akan dilaksanakan. Syukur-svukur jika harga yang ditawarkan ITDC menang, kalau pun kalah akan mereka ikuti. Luas lahan yang belum dibebaskan belum fix, sebab junnlah orang yang mengklaim lahan di KEK Mandalika terus bertambah. Gubernur NTB H Zulkieflimansyah berharap, pembebasan lahan berjalan cepat. khususnva lahan sirkuit. Zul mengatakan, masih ada sisa empat hektare (ha) lahan yang harus dibebaskan. Harganyapun sudah ditentukan tim appraisal Rp 75 juta per are.
Ia berharap masyarakat tidak menaikkan harga lahan di luar batas kewajaran. Hingga kini masih banyak masyarakat yang ngotot dengan harga tinggi. ‘Mereka minta Rp 300 juta sampai Rp 400 juta per are, kayaknya itu agak terlalu-lah, “ujarnya. la meminta, masyarakat tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mentang-mentang ada pembangunan kemudian menentukan harga semau-maunya. Zul percaya, sebenarnya masyarakat mau membantu pemerintah. Namun ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan, situasi untuk kepentingan pribadi. Padahal, masyarakat harus diedukasi mengenai pemanfaatan pengembangan.
Sumber : Lombok Pos, 31 Juli 2019